BAB 11 "THE CRISIS BLACHARD CH.9"

Nama : Fitria Anisyah
NPM  : 1601270036
Prodi  : Perbankan syariah lllA 1
Doping : Totok Harmoyo SE, M.Si
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

BAB 11 KRISIS

KRISIS EKONOMI INDONESIA 1997
      Awal terjadinya berbagai krisis yang muncul di Indonesia adalah adanya devaluasi mata uang Baht oleh pemerintah Thailand pada tanggal 2 Juli 1997 sebagai akibat adanya kegiatan di pasar valuta asing, khususnya dolar Amerika Serikat. Kemudian merambat ke Filipina,Malaysia dan Indonesia. Pada mulanya kurs dolar Amerika Serikat US$ 1 = Rp 2.400,- menjadi US$ 1 = Rp 3.000,-. Kemudian naik terus (pada bulan Agustus – November 1997) sampai menunjukan angka US$1 = Rp 12.000,-. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia antara lain dengan menaikkan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) sampai 30%, dengan harapan menurunkan inflasi. Namun kenyataan dilapangan, bank-bank menaikan leading rate (tingkat suku bunga kredit) karena cost of loanable funds (biaya dana pinjaman) mengalami kenaikkan pada semua bank. Akibat lainnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) juga meningkat tajam, karena bank-bank mengalami kesukaran likuiditasnya. Kondisi ini bahkan meningkatkan laju inflasi dari 11,05% pada tahun 1997 menjadi 77,63% pada tahun 1998. karena kepercayaan masyarakat rendah dengan kondisi sector perbankan yang rapuh.
      Hal ini terjadi karena kebijakan perbankan yang sangat liberal. Sampai hampir satu dekade setelah krisis perbankan masih tetap menjadi bagian dari krisis ekonomi. Kondisi LDR (Loan to Deposit Ratio) perbankan masih rendah. Sepertiga bahkan sampai 40% dana perbankan tidak bisa disalurkan sebagai kredit untuk usaha dan bisnis. Dana perbankan banyak dimainkan untuk investasi bukan disektor riil. Sebagai kebalikan aturan perbankan sebelum krisis, setelah krisis perbankan dijerat dengan berbagai aturan yang sangat ketat, sehingga mengorbankan sector riil. Kondisi sector industry akhirnya juga mengalami kemacetan. Akibat selanjutnya tidak hanya krisis moneter, krisis
perbankan dan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, tetapi juga diikuti krisis sosial, krisis kepercayaan dan krisis politik. Juni 1997, Indonesia mulai mengalami pengaruh krisis Thailand. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari US$900 juta, cadangan devisa lebih dari US$20 milyar, dan sektor perbankan yang berjalan dengan baik. Namun sayangnya, ternyata banyak perusahaan Indonesia yang meminjam ke luar negeri atau berutang dalam bentuk dolar AS. Pada 14 Agustus 1997, Pemerintah RI mengganti kebijakan pertukaran mengambang teratur dengan pertukaran mengambang bebas, akibatnya Rupiah terperosok semakin dalam. Depresiasi rupiah hanya memperburuk situasi secara drastis.
      Perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba-lomba membeli dolar sehingga menimbulkan lebih banyak tekanan terhadap rupiah dan memperburuk situasi utang yang dimiliki oleh para perusahaan. Persediaan devisa menjadi langka karena pinjaman-pinjaman baru untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak diberikan oleh kreditur asing. Karena tidak mampu mengatasi krisis ini maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencari bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Oktober 1997. IMF kemudian datang dengan paket “bantuan” US$23 milyar, Sebagai imbalannya IMF menuntut beberapa langkah reformasi keuangan yang mendasar: penutupan 16 bank swasta, penurunan subsidi pangan dan energi, dan menyarankan agar Bank Indonesia untuk menaikkan iklim suku bunga. Akan tetapi paket reformasi ini ternyata gagal. Penutupan 16 bank (beberapa diantaranya dikendalikan oleh kroni Presiden Suharto) memicu penarikan dana besar-besaran pada bank-bank lain. Milyaran rupiah ditarik dari tabungan, sehingga membatasi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan memaksa Bank Indonesia untuk memberikan kredit dalam jumlah besar kepada bank-bank yang masih ada untuk mencegah krisis perbankan yang semakin parah. Rupiah semakin anjlok lebih dalam lagi karena adanya pembayaran utang swasta luar negeri yang jatuh tempo, permintaan US$ yang sangat tinggi di pasar, dan penjualan rupiah besar-besaran. Pasar uang dan bursa efek Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September 1997. Moody’s menurunkan peringkat utang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS
      Suku bunga naik dan ketersediaan pasar keuangan internasional Negara-negara Asia tanpa terkecuali diterapkan kurs tetap untuk mata uang mereka kaitannya dengan dollar. Melemahnya tingkat ekspor sebagai akibat dari penguatan dolar, sehingga membuat barang-barang Asia kurang kompetitif.
Selain itu ada juga :
  Dianutnya sistem devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnya untuk orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
      Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang, ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar, yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Penanam modal asing portofolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran diiming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar. IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik.

DAMPAK KRISIS EKONOMI PADA PEREKONOMIAN INDONESIA
Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah
para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia.  Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga BBM naik. Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain. Banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan tingkabunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang Negara.

KRISIS EKONOMI AMERIKA SERIKAT 2008
      Tahun 2007, tanda-tanda bahwa ekspansi yang mungkin segera berakhir mulai muncul. Harga perumahan AS dua kali lipat sejak tahun 2000 mulai menurun. Di pertengahan 2007, Ekonom membagi apakah ini mungkin menyebabkan resesi-penurunan output. Optimis meyakininya, ketika harga rumah lebih rendah bisa menyebabkan pembangunan perumahan lebih rendah dan menurunkan pengeluaran konsumen, The Fed (nama pendek bagi bank sentral AS, secara resmi dikenal sebagai Federal Reserve Board) bisa menurunkan suku bunga untuk merangsang permintaan dan menghindari resesi. Pesimis percaya bahwa penurunan suku bunga mungkin tidak cukup untuk mempertahankan permintaan, dan mungkin Amerika Serikat akan mengalami resesi singkat. Bahkan pesimis ternyata tidak cukup pesimis. Harga perumahan terus menurun, menjadi jelas bahwa banyak dari pinjaman hipotek yang telah diberikan selama ekspansi sebelumnya yang berkualitas buruk. Pada tanggal 15 September 2008, sebuah bank besar, Lehman Brothers bangkrut karena macetnya pembayaran kredit perumahan. Efeknya dramatis. Macetnya kredit mengakibatkan kerugian di pihak kreditor dan mengganggu aktivitas rangkaian sistem kerja keuangan Amerika Serikat dan dunia. Macetnya kredit mmembuat para investor ingin menarik investasinya dan membuat perolehan laba di lembaga keuangan menurun akibat adanya ketidakpercayaan konsumen.
      Lehman Brothers merupakan perusahaan sekuritas keempat terbesar di Amerika Serikat. Lehman menderita bangkrut karena tidak mampu membayar utang senilai 613 miliar dollar Amerika Serikat kepada kreditor. Kebangkrutan Lehman ini mempengaruhi banyak simpul ekonomi di berbagai negara. Karena Lehman Brother sebelumnya menerima suntikan dana dari para investor dari berbagai belahan dunia termasuk juga bank dunia yang memberikan pinjaman dana besar kepada Lehman dan kini terkena imbas kebangkrutan Lehman, yang akhirnya mulai mengganggu sistem keuangan dunia. Maka dari itu kebangkrutan Lehman membuat Amerika Serikat menyuntikkan dana sebesar 70 miliar dollar AS, Bank Sentral Eropa 99,4 miliar dollar AS, Bank Inggris 35,6 miliar dollar AS, Bank Nasional Swiss 7,2 miliar dollar AS dan Bank Jepang 24 miliar dollar AS.

PENYEBAB TERJADINYA KRISIS EKONOMI AMERIKA SERIKAT
      Penumpukan hutang nasional hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan PDB
hanya 13 trilyun dollar AS Terdapat progam pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar.
(mengurangi pendapatan negara Pembengkakan biaya Perang Irak dan Afganistan (hasilnya Irak tidak aman dan Osama Bin Laden tidak tertangkap juga) setelah membiayai perang Korea dan Vietnam. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keuangan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka. Dimana ICE juga turut berperan mengdongkrak harga minyak hingga lebih dari USD 100/barel Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UFJ. Keputusan suku bunga murah dapat mendorong spekulasi.

Terdapat faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap timbulnya krisis ekonomi di
Amerika Serikat, yaitu :
1. Agresi Militer Amerika Serikat Ke Irak dan Afganistan.
2. Subprime Mortgage di sektor perumahan.
3. Neraca keuangan yang tidak sehat.
4. Telalu Overconfidence dalam penyaluran kredit.

3 NEGARA DENGAN KEKUATAN EKONOMI UTAMA DIDUNIA :
1. Amerika Serikat
      Untuk negara besar seperti amerika serikat output sebesar $14,7 triliun di tahun 2010 yang berarti 23% dari output di dunia dengan standar hidup yang sangat tinggi $43.000. Ini adalah negara yang output perorang mendekati atas.
Ekonom melihat keadaan kesehatan negara dengan melihat 3 variabel dasar:
      1. Tingkat pertumbuhan Output.
      2. Tingkat pengangguran.
      3. Tingkat inflasi.
      Saat krisis datang tahun 2008 output tidak ada dan menurun tahun 2009 hingga -3,5%, pengangguran meningkat secara dramatis hampir 10% . Inflasi menurun menjadi -0,3 tahun 2009 dan kembali positif tetapi tetap rendah. Perekonomian pada tahun 2010 melambung dengan pertumbuhan output 3%. Sejak saat itu, pertumbuhan mengalami penurunan sehingga menjadi lemah dan pengangguran diperkirakan tetap tinggi untuk waktu yang lama. Inflasi diperkirakan akan tetap rendah.
Tahun 1998 anggaran Amerika Serikat surplus, alasan nya ialah:
Pertumbuhan output yang kuat Aturan yang dirancang dan dilaksanakan mengandung pengeluaran pemerintah dari penggunaan pengeluaran pada beberapa kategori pengeluaran dengan persyaratan bahwa setiap program pengeluaran baru dikaitkan dengan peningkatan pendapatan yang sama

2. Kawasan Euro
      Ada 27 negara yang tergabung yang saat ini dikenal Uni Eropa. Tahun 1999. Uni eropa memutuskan untuk penggantian mata uang nasional dengan satu mata uang bersama yaitu Euro. Kawasan euro mempunyai kekuatan ekonomi yang kuat dengan output hampir sama dengan Amerika serikat dan standar hidup tidak jauh dibelakang. Tahun 2000-2007 periode praklinis pertumbuhan output lebih rendah daripada Amerika serikat. Pengangguran jauh lebih tinggi daripada Amerika serikat. Tetapi inflasi lebih rendah dari Amerika Serikat.

3. China
      Penduduk china sangat besar 4 kali lebih banyak dari Amerika Serikat. Output hanya 5,8 triliun dolar kurang dari setengah output Amerika Serikat. Output peroranf $4.300 sekitar sepersepuluh dari output perorang Amerika Serikat. Ketika membandingkan output perorang di negara kaya seperti Amerika Serikat dan negara relatif miskin seperti china harus berhati-hati. Alasannya adalah banyak barang murah di negara-negara miskin. Sebagai contoh, harga rata-rata restoran makanan di New York sekitar 20 dolar, harga rata-rata. restoran di beijing sekitar 4 dolar.
      China berkembang pesat selama lebih 3 dekade. Pertumbuhan output sejak tahun 1980-1999 rata-rata 9,8%. Pengangguran: banyak pekerja yang tinggal di pedesaan daripada menjadi pengangguran di kota-kota. Namun, angka-angka pengangguran konsisten rendah.Sulit melihat efek krisis dari china. Pertumbuhan output hampir tidak menurun, dan pengangguran tidak naik sejak tahun 2007. Alasannya bukan karena China tertutup di belahan dunia lainnya tetapi ekspor china melambat selama krisis. Tapi efek yang merugikan pada permintaan hampir sepenuhnya diimbangi dengan ekspansi fiskal besar oleh pemerintah Cina khususnya peningkatan besar dalam investasi publik. Hasilnya pertumbuhan terus-menerus permintaan dan gantinya output. Kinerja pertumbuhan yang berkelanjutan menimbulkan pertanyaan. Mungkinkah pertumbuhan telah dibesar-besarkan? China masih resmi negara komunis, dan pejabat pemerintah memiliki insentif untuk melebih-lebihkan kinerja ekonomi sektor. Pertumbuhan output memang tinggi di china.
      Cina adalah salah satu dari sejumlah negara yang membuat transisi dari perencanaan pusat ke ekonomi pasar. Sebagian besar negara-negara lain, dari Eropa Tengah, Rusia dan bekas Republik Soviet lainnya, mengalami penurunan besar dalam output pada saat transisi. Sebagian besar masih memiliki tingkat pertumbuhan jauh di bawah China. Di banyak negara, korupsi dan hak kekayaan miskin membuat perusahaan enggan untuk berinvestasi. Jadi mengapa Cina bernasib jauh lebih baik? Beberapa ekonom percaya bahwa ini adalah hasil dari transisi lambat: Reformasi Cina pertama terjadi di bidang pertanian sejak tahun 1980, dan bahkan hari ini, banyak perusahaan tetap dimiliki oleh negara. Yang lain berpendapat bahwa fakta bahwa partai komunis tetap dalam kontrol telah benar-benar membantu transisi ekonomi; kontrol politik yang ketat telah memungkinkan untuk perlindungan hak milik yang lebih baik, setidaknya untuk perusahaan-perusahaan baru memberi mereka insentif untuk berinvestasi. Dengan demikian negara-negara miskin lainnya dapat mengambil pengalaman dari Cina, jelas dapat membuat perbedaan besar, tidak hanya untuk Cina tetapi untuk seluruh dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Link PDF

BAB IV "Perekonomian Tertutup Dengan Kebijakan Pemerintah"